Makalah Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
ABSTRAK
Penulis berasumsi
bahwa Bahasa Indonesia, belum
digunakan secara benar dan sempurna dalam suasana resmi (fomal). Terbukti
hampir sebagian besar dalam suasana resmi masih banyak orang yang tidak
menggunakan ejaan EYD dengan benar.Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah bahasa Indonesia yang diampu
oleh Noor Rina Kastatriam.Pd. Tugas ini diberikan pada awal semester
karena tugas yang diberikan adalah untuk menjelaskan Ejaan yang Disempurnakan
(EYD). Dalam makalah ini dijelaskan tentang cara penulisan EYD yang benar dan
baku. Adapun yang akan dijelaskan pada makalah ini yaitu cara menulis yang
benar sesuai dengan EYD. Judul makalah ini adalah ejaan yang disempurnakan
(EYD).Sedangkan EYD sendiri merupakan
suatu aturan dalam tata bahasa Indonesia yang
benar dan baku.Apabila kita sudah bisa menggunakan EYD dengan benar dan
baik pasti bahasa yang kita gunakan pada saat berkomunikasi dalam keadaan yang formal akan sempurna.
Dalam makalah ini juga dijelaskan tentang cara menulis artikel, penulsan
akronim, dan penulisan singkatan yang bergyna dalam penulisan makalah.
Kata kunci: komunikasi, formal,ejaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada dua kasus yang melatari
penerapan EYD sebagai salah satu kriteria kelayakan sebuah naskah. Kasus
pertama yaitu terkadang tidak mampunya Pedoman EYD menjawab beberapa persoalan
dalam masalah tatatulis naskah, baik dalam penggunaan kata baku, istilah, tanda
baca, maupun singkatan/akronim. Kasus kedua yaitu kurangnya pemahaman penulis
naskah, termasuk penerjemah, terhadap EYD itu sendiri sehingga
kesalahan-kesalahan elementer dalam penulisan naskah masih sering terjadi,
seperti penggunaan kata nonbaku dan penggunaan tanda baca yang keliru.
Dalam kasus pertama, buku
Pedoman EYD ataupun Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak bisa semata-mata
dijadikan acuan untuk menilai kelayakan naskah, pun termasuk dijadikan
satu-satunya referensi untuk penyuntingan naskah. Karena itu, para penulis
ataupun penerbit perlu mencari solusi kebahasaan yang lain dan menetapkan suatu
keputusan yang ajek sebagai gaya penulisan.
Sebetulnya masalah untuk kasus
pertama ini sudah lama dikaji dan akhirnya muncullah gagasan membuat semacam
buku pedoman gaya selingkung (house style) penerbitan dalam bahasa Indonesia.
Pada awalnya gagasan ini akan dilaksanakan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas. Akan
tetapi, entah mengapa sampai sekarang buku pedoman gaya selingkung ini tidak
pernah selesai.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
cara pengejaan Bahasa Indonesia
sesuai dengan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata?
2. Bagaimana
cara pengejaan Bahasa Indonesia
sesuai dengan EYD yang benar pada penulisan partikel,singkatan,akronim
dan angka?
3. Bagaimana
cara penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD?
C.
Tujuan
Makalah
1. Mengidentifikasi
penggunaan EYD yang benar dan baku
2. Mengidentifikasi
penulisan kata yang benar sesuai dengan
EYD
D. Manfaat Makalah
Makalah ini dibuat untuk menambah ilmu pengetahuan dalam penggunaan Bahasa
Indonesia sesuai dengan EYD yang baik dan benar, dan dapat menjadi referensi
dalam pengguanaan kata sehari-hari.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN
KAJIAN PUSTAKA
A.
Asep Syamsul M. Romli ( dosen mata kuliah bahasa jurnalistik)
menjelaskan peran EYD dan penggunaan EYD dalam bahasa jurnalistik. Beliau
menjelaskan, EYD merupakan aturan tata Bahasa Indonesia yang baku. Peran EYD
yakni sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa Indonesia. Siapa pun,
kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara benar dan baik, maka harus mengacu
pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan Pancasila. EYD pun memiliki
pengecualian, biasanya pada penulisan judul. EYD yang digunakan saat ini adalah
EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan
Bruneidarussalam.
B. Ejaan yang Disempurnakan
(EYD) tetap menjadi acuan bagi para penerbit yang menyadari pentingnya
penerapan bahasa secara standar dalam karya atau produk bernama buku. Karena
itu, bagi banyak penerbit, salah satu poin kriteria kelayakan naskah adalah
naskah ditulis dengan bahasa Indonesia yang standar atau mengikuti pedoman EYD,
terutama untuk naskah-naskah nonfiksi. Namun, dalam praktiknya, penerapan EYD
tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan oleh penerbit serta tidak semuanya naskah
ditulis dengan penerapan EYD.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penggunaan EYD yang benar pada penulisan
huruf dan kata
1.
Penggunaan Huruf Kapital
a.
Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam
butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin
Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak
memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
b.
Huruf pertama nama bangsa
Dalam
butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa,
suku bangsa, dan bahasa. Contoh,
bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
c.
Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam
butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah
geografi yang tidak menjadi unsur
nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara,
kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum
bandung dan telur brebes.
d.
Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam
butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna yang terdapat
pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik
Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
e.
Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam
butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di
dalam nama buku, majalah, surat
kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak
terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua
dan Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua Neraka,
Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.
2. Penulisan
Huruf Miring
a.
Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman
penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan
surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle,
Surat Kabar Bandung Pos.
b.
Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman
penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat
modeling, aeromodeling, motorsport.
c. Penulisan
kata ilmiah
Butir 3 pedoman
penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan
asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda,
lactobacillus, dsb.
3.
Penulisan Kata Turunan
a. Gabungan
kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata
turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
b. Gabungan
kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman
penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan
kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika,
audiovisual, demoralisasi, dwiwarna,
dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu,
prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.
4.
Penulisan Gabungan Kata
a. Penulisan
gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman
penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Contoh; alat pandang- dengar,
anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b. Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman
penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali,
adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala,
manasuka, matahari, olahraga, padahal,
peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.
B.
Penggunaan EYD yang benar pada partikel,
singkatan, akronim, dan angka.
1.
PENULISAN PARTIKEL
Penulisan partikel -lah,
-kah, dan –tah Pedoman
EYD menetapkan ketentuan pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan –tah
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah,
apakah, siapakah, apatah.
a.
Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang
penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari
kata yang mendahuluinya.
b. Penulisan
partikel per
Butir
3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti
mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau
mengikutinya.
2. PENULISAN
SINGKATAN
Pedoman EYD
menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu
huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal
kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
a. Penulisan
singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD
mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti
satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian
singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk
renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature.
Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini
dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
b. Penulisan
singkatan mata uang
Pedoman EYD
menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan
mata uang tidak diikuti tanda titik.
3.
PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman
EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata.
Pertama,
akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan
nama diri berupa gabungan huruf.
a. Akronim
nama diri
Pedoman EYD
menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b. Akronim
bukan nama diri
Menurut Pedoman
EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan
huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman
EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim, maka harus
diperhatikan dua syarat
Pertama,
jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata
Indonesia.
Kedua,
akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
4.
PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD
menetapkan empat jenis penulisan angka:
·
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan
lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau
angka Romawi.
·
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang,
berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
·
Ketiga, angka lazim dipakai untuk
melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
·
Keempat, angka digunakan juga untuk
menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.
PENULISAN LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis
penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya
perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD,
belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a.
Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD
menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b.
Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan
pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah
sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
c. Penulisan
lambang bilangan utuh
Angka yang
menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah
bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d.
Penulisan lambang bilangan angka-huruf.
Bilangan tidak perlu
ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen
resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com.
C. Penggunaan Tanda Baca
1.
Tanda Titik (.)
a.
Tanda titik
dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku
tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
b.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya: A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c. Tanda titik dipakai
pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc.
Hk. (Bakalaureat Hukum)
Dr. (Doktor)
Dr. (Doktor)
2. Tanda Koma ( , )
a. Tanda koma dipakai
di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, . . . tiga!
Satu, dua, . . . tiga!
b.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3. Tanda Titik Koma
(; )
a.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagianbagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat
dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah
mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan
nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan
pendengar.
4.
Tanda Titik Dua
( : )
a.
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap bila
diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnva: Yang kita perlukan
sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: a.
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat
sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Jam : 9.30 pagi
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Jam : 9.30 pagi
5.
Tanda Hubung ( - )
a.
Tanda hubung
menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah
oleh pergantian baris.
Misalnya:
... ada cara ba-
ru juga.
Suku kata yang terdiri atas
satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung
baris.
b.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata
di depannya pada
Misalnya:
.. . cara
baru meng-
ukur
panas.
... cara baru me-
ngukur kelapa.
... alat
pertahan-
an yang
baru.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan
terdapat satu huruf saja pada pangkal
baris.
c. Tanda hubung
menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya
digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada
teks karangan.
6. Tanda Pisah ( - )
a.
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat
yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
khusus di luar bangun kalimat.
Misalnya: Kemerdekaan
bangsa itu -saya yakin akan
tercapai- diperjuangkan oleh bangsa
itu sendiri.
b.
Tanda
pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori
kenisbisan, dan kini juga pembedahan atom- tidak mengubah konsepsi kita
tentang alam semesta.
7.
Tanda Elipsis (
... )
a. Tanda elipsis
menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita
bergerak.
b.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab
kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
- Tanda Tanya ( ? )
a.
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
b.
Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
- Tanda Seru (!)
Tanda
seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah,
atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang
kuat.
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
- Tanda Kurung ( )
a.
Tanda kurung
mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu
sudah selesai.
b.
Tanda kurung
mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul
"Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c.
Tanda kurung
mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf
itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya: Faktor-faktor produksi menyangkut
masalah berikut:
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
- Tanda Kurung Siku ([... ])
a.
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah
asal.
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi
gemerisik.
b.
Tanda kurung
siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini
[lihat BabI] tidak dibicarakan.)
12. Tanda Petik
("... ")
a.
Tanda petik
mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan
tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas
baris.
Misalnya: "Sudah siap?" tanya
Awal.
"Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!"
"Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!"
b.
Tanda petik
mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Misalnya: Bacalah "Bola Lampu"
dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
13. Tanda Petik
Tunggal ( ' ... ' )
a.
Tanda petik
tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya: Tanya Basri, "Kaudengar bunyi
'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
"Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b.
Tanda petik
tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat
pemakaian tanada kurung)
Misalnya: rate
of inflation ’laju
inflasi’
14. Tanda Ulang (
...2 ) (angka 2 biasa)
Tanda
ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan
kata dasar.
Misalnya:
kata2
lebih2
sekali2
lebih2
sekali2
15. Tanda Garis
Miring ( / )
a.
Tanda garis
miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Misalnya: No. 7/PK/1973
b.
Tanda garis
miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya: mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3
16. Tanda Penyingkat
(Apostrof) ( ' )
Tanda
apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.
Misalnya: Ali 'kan
kusurati ('kan = akan) Malam 'lah
tiba ('lah = telah)
BAB IV
PENUTUP
1.Kesimpulan
Ejaan merupakan keseluruhan
peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana
interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam
suatu bahasa. Ejaan yang disempurnakan bertujuan untuk dapat berkomunikasi
dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam EYD, seperti :
1. Pemakaian
huruf
3. Penulisan
kata
4. Pemakaian
tanda baca
2.Saran
Sudah selayaknya
kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia dapat menggunakan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar khususnya dalam bahasa tulis. Dengan adanya penjabaran
tentang pemakaian EYD diharapkan para pembaca dapat memahami dan menerapkan
penggunaan EYD dalam pembuatan suatu karya tulis. Dan semoga penjabaran ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Comments
Post a Comment